profilku

Nama : Ahmad Burhani Subhan Tempat Lahir : Petanahan, Kab.Kebumen Tanggal Lahir : .....-.....-....... Pekerjaan : Abdi Rakyat Status : Menikah Nama Istri : Kuswati Burhan,S.Pd.Ing Nama Anak : Royyan Ibnu Pratama Alamat : Jl. Adipati Mersi No.24 Purwokerto Timur, Banyumas, Jawa Tengah "UCAPAN" Saya ucapkan banyak terima kasih yang pertama tentunya kepada Alloh SWT yang selalu memberikan kepada saya nikmat yang tak terhingga, kepada junjungan kita Nabi Akhiruzzaman Muhammad SAW yang selalu kita tunggu syafa`atnya di yaumil akhir, kepada kedua orang tua saya HM. Tohari dan Hj. Pardiyah yang telah menuntun dan mendidik saya untuk menjadi manusia yang sholeh dan yang terakhir kepada Istri saya tercinta dan si kecil tentunya yang selalu saya jadikan sepirit untuk penyemangat hidup.

Pages

Subscribe:

PROGRAM UANG TAMBAHAN !!!

PROGRAM UANG TAMBAHAN RESMI DAN BERGARANSI GABUNG BERSAMA HANS KOMP !!! KLIK DISINI UNTUK BERGABUNG CUMA REGISTRASI Rp.75.000 KALIAN DAPAT UANG TAMBAHAN 250-500 ribu/hari, BURUAN KESEMPATAN TERBATAS !!!
gif maker

Pages

KI HAJAR DEWANTARA


Ki Hajar Dewantara atau Raden Mas Suwardi Suryaningrat, lahir di Yogyakarta 2 Mei 1889, dan meninggal di Yogyakarta 26 April 1959, pada umur 69 tahun. Ia juga sering dipanggil Soewardi. Ki Hajar Dewantara adalah aktivis pergerakan kemerdekaanIndonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri perguruan Taman Siswa. Suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Tanggal kelahirannya sekarang diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari semboyan ciptaannya, tut wuri handayani menjadi slogan Departemen Pendidikan Nasional. Namanya diabadikan sebagai salah satu nama kapal perang Indonesia KRI Ki Hajar Dewantara. Potret dirinya diabadikan pada uang kertas 20.000 rupiah.
Soewardi berasal dari lingkungan keluarga Keraton Yogyakarta. Ia menamatkan pendidikan dasar di ELS (sekolah dasar Eropa/Belanda) kemudian sempat melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputra), tapi tidak sampai tamat karena sakit. Ia kemudian bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, antara lain Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Pada masanya, ia tergolong penulis andal. Tulisan-tulisannya komunikatif dengan semangat antikolonial.

Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO), tahun 1008. Ia aktif di seksi propaganda untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakatIndonesia(terutama Jawa) pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama BO di Yogyakarta juga diorganisasi olehnya.
Soewardi muda juga menjadi anggota organisasi Insulinde, suatu organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda atas pengaruh Ernest Douwes Dekker (DD). Ketika Douwes Dekker mendirikan Indische Partij, Soewardi diajaknya pula.
Sewaktu pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga termasuk pribumi untuk perayaan kemerdekaan dari Prancis pada tahun 1913, timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk Soewardi. Ia kemudian menulis, “Een Voor Allen maar Ook voor Een” atau “Satu untuk semua, tetapi semua untuk satu juga”. Namun, kolom Soewardi yang paling terkenal adalah “Seandainya Aku Seorang Belanda” (Als ik eens Nederlander was) dimuat dalam surat kabar De Expres pimpinan Douwes Dekker tahun 1913. Isi artikel ini terasa pedas sekali di kalangan pejabat Hindia Belanda. Kutipan tulisan tersebut antara lain sebagai berikut.

“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil tetapi juga tidak pantas untuk menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya.”

Beberapa pejabat Belanda menyangsikan tulisan ini asli dibuat oleh Soewardi sendiri karena gaya bahasanya yang berbeda dengan tulisan-tulisan lain. Kalaupun benar ia yang menulis, mereka menganggap Douwes Dekker berperan dalam memanas-manasi Soewardi untuk menulis dengangayademikian.
Akibat tulisan ini, ia ditangkap atas persetujuan Gubernur Jenderal Idenburg dan akan diasingkan ke pulau Bangka (atas permintaan sendiri). Namun demikian, kedua rekannya, Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo memprotes, dan akhirnya mereka bertiga diasingkan ke Belanda (1913). Ketiga tokoh ini dikenal sebagai “Tiga Serangkai”. Soewardi kala itu baru berusia 24 tahun.
Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, Indesche Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Di sinilah, ia merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akte, suatu ijazah pendidikan bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. Dalam studinya ini, Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori serta pergerakan pendidikan India, Santiniketan oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.
Setelah kembali keIndonesiapada bulan September 1919, Soewardi segera bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada tanggal 3 Juli 1922, Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Saat ia genap berusia 40 tahun, menurut hitungan Jawa, ia mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara. Ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya dia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.
Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal di kalangan pendidik Indonesia. Secara utuh semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi, “Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.” Di depan menjadi teladan, di tengah membangun, di belakang mendukung. Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyatIndonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa.
Dalam kabinet pertama Republik Indonesia, Ki Hajar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pengajaran Indonesia. Pada tahun 1957, ia mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr. HC) dari universitas tertuaIndonesia, Universitas Gadjah Mada. Atas jasa-jasanya dalam merintis pendidikan umum, ia dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan hari kelahirannya dijadikan hari pendidikan Nasional (Surat Keputusan Presiden RI no. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959). Ia meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 26 April 1959.

No comments:

==================================================================
==================================================================
VILLA TEMPATKU DILAHIRKAN DAN DIBESARKAN


View My Saved Places in a larger map