PANGLIMA BESAR JENDERAL SOEDIRMAN
Jenderal Sudirman atau Panglima Besar Jenderal
Sudirman merupakan salah satu tokoh pahlawan besar di
antara sedikit orang lainnya yang pernah dilahirkan oleh suatu revolusi. Saat
usianya masih 31 tahun, ia sudah menjadi seorang Jenderal. Meski menderita sakit
paru-paru yang parah, ia tetap bergerilya melawan Belanda. Ia berlatar belakang
seorang guru HIS Muhammadiyah dan giat di kepanduan Hizbul Wathan.Ketika pendudukan Jepang, ia sudah masuk tentara Pembela Tanah Air
(PETA) di Bogor, yang begitu tamat pendidikan, langsung menjadi Komandan
Batalion di Kroya. Menjadi Panglima Divisi V/Banyumas sesudah TKR terbentuk,
dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia,
(Panglima TNI). Panglima Sudirman merupakan pahlawan pembela
kemerdekaan yang tidak peduli pada keadaan dirinya sendiri demi mempertahankan
Republik Indonesia yang dicintainya. Ia tercatat sebagai panglima sekaligus
Jenderal pertama dan termuda Republik ini.
Jenderal Sudirman merupakan salah satu pejuang dan pemimpin teladan
bangsa ini. Pribadinya teguh pada prinsip dan keyakinan. Selalu mengedepankan
kepentingan masyarakat banyak dan bangsa di atas kepentingan pribadi. Ia selalu
konsisten dan konsekuen dalam membela kepentingan tanah air, bangsa, dan
negara. Hal ini bisa dilihat ketika Agresi Militer II Belanda. Ia yang dalam
keadaan lemah karena sakit, tetap bertekad ikut terjun bergerilya walaupun
harus ditandu. Dalam keadaan sakit, ia memimpin dan memberi semangat pada
prajuritnya untuk mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Itulah sebabnya ia
disebut merupakan salah satu tokoh besar yang dilahirkan oleh revolusi negeri
ini.
Sudirman yang dilahirkan di Bondas, Karangjati,
Purbalingga, 24 Januari 1916, ini memperoleh pendidikan formal dari sekolah
Taman Siswa. Sebuah sekolah yang terkenal berjiwa nasional yang tinggi.
Kemudian, ia melanjutkan ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Solo, tetapi tidak
sampai tamat. Sudirman muda yang terkenal disiplin dan giat di organisasi
Pramuka Hizbul Wathan ini kemudian menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di
Cilacap. Kedisiplinan, jiwa pendidik, dan kepanduan itulah kemudian bekal
pribadinya hingga bisa menjadi pemimpin tertinggi Angkatan Perang.
Sementara pendidikan militer ia awali dengan mengikuti pendidikan tentara Pembela
Tanah Air (Peta) di Bogor. Setelah selesai pendidikan, ia diangkat menjadi
komandan batalion di Kroya. Ketika itu, pria yang memiliki sikap tegas ini
sering memprotes tindakan tentara Jepang yang berbuat sewenang-wenang dan
bertindak kasar terhadap anak buahnya. Karena sikap tegasnya itu, suatu kali
dirinya hampir saja dibunuh oleh tentara Jepang.Setelah Indonesia merdeka, dalam suatu pertempuran dengan pasukan Jepang, ia
berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Banyumas. Itulah jasa pertamanya
sebagai tentara pasca kemerdekaan Indonesia. Sesudah Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) terbentuk, ia kemudian diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan
pangkat Kolonel. Dan, melalui Konferensi TKR, tanggal 2 November 1945, ia
terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang Republik
Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 1945, pangkat Jenderal
diberikan padanya lewat pelantikan Presiden. Jadi, ia memperoleh pangkat
Jenderal tidak melalui Akademi Militer atau pendidikan tinggi lainnya
sebagaimana lazimnya, tapi karena prestasinya.
Beberapa waktu kemudian, pasukan sekutu datang ke Indonesia dengan alasan
melucuti tentara Jepang. Namun, ternyata tentara Belanda ikut dibonceng.
Karenanya, TKR akhirnya terlibat pertempuran dengan tentara sekutu. Pada
Desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh Sudirman terlibat pertempuran
melawan tentara Inggris di Ambarawa. Pada tanggal 12 Desember di tahun yang
sama, dilancarkanlah serangan serentak terhadap semua kedudukan Inggris.
Pertempuran yang berkobar selama lima hari itu akhirnya memaksa pasukan Inggris
mengundurkan diri ke Semarang.Pada saat pasukan Belanda kembali melakukan agresinya atau yang lebih
dikenal dengan agresi Militer II Belanda, Ibu Kota Negara RI berada di
Yogyakarta. Sebab, Kota Jakarta sebelumnya sudah dikuasai. Jenderal Sudirman
yang saat itu berada di Yogyakarta sedang sakit, keadaannya sangat lemah akibat
paru-parunya hanya tinggal satu yang berfungsi.
Dalam Agresi Militer II Belanda itu, Yogyakarta pun berhasil dikuasai
Belanda. Bung Karno dan Bung Hatta serta beberapa anggota kabinet juga ditawan.
Melihat keadaan itu, walaupun presiden Soekarno sebelumnya telah menganjurkan
Sudirman untuk tetap tinggal dalam kota guna melakukan perawatan, namun anjuran
itu tidak bisa dipenuhinya akibat dorongan hatinya untuk melakukan perlawanan
pada Belanda serta mengingat akan tanggung jawabnya sebagai pimpinan tentara.Maka, dengan ditandu, Sudirman berangkat memimpin pasukan untuk melakukan
perang gerilya. Kurang lebih selama tujuh bulan, ia berpindah-pindah dari hutan
yang satu ke hutan yang lain, dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan
lemah sekali, sementara obat juga hampir-hampir tidak ada. Kepada pasukannya,
ia selalu memberi semangat dan petunjuk seakan dia sendiri tidak merasakan
penyakitnya. Akhirnya, ia pulang dari medan gerilya. Ia tidak bisa lagi
memimpin angkatan perang secara langsung, tapi pemikirannya selalu dibutuhkan.
Pria yang pada masa pendudukan Jepang menjadi anggota Badan Pengurus Makanan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Karesidenan Banyumas, ini pernah mendirikan
koperasi untuk menolong rakyat dari bahaya kelaparan. Jenderal yang mempunyai
jiwa sosial yang tinggi ini, akhirnya meninggal pada usia yang masih relatif
muda, 34 tahun.
Pada tanggal 29 Januari 1950, Panglima Sudirman
meninggal dunia di Magelang dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan
Semaki, Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan.
Page Information
Title: PANGLIMA BESAR JENDERAL SOEDIRMAN
URL: http://hans-komp.blogspot.com/2012/05/panglima-besar-jenderal-soedirman.html
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
==================================================================
==================================================================
No comments:
Post a Comment