PENERAPAN METODA BINTER
DALAM RANGKA PENANGGULANGAN BENCANA ALAM
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak di Cincin Api Pasifik (Pacific
Ring of Fire ). Keberadaan posisi tersebut menyebabkan wilayah Indonesia memiliki
keanekaragaman bencana dengan stratifikasi dari yang paling ringan (rawan)
hingga paling berat (catastrophyc). Oleh sebab itu, wajar jika secara
historiografis Indonesia merupakan wilayah langganan bencana gempa tektonik dan
tsunami. Di samping itu, sebagai daerah tropis dan memiliki musim hujan dan
musim kemarau, beresiko mengakibatkan terjadinya bencana banjir, tanah longsor
dan angin topan serta bencana kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan.
Maraknya bencana tidak hanya menimbulkan kerugian, baik berupa korban jiwa dan
kerugian harta benda tetapi juga menimbulkan penderitaan yang cukup berat bagi
masyarakat yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan serta musnahnya
hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai .
Berbagai upaya dalam
pelaksanaan penanggulangan bencana yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah
dan instansi terkait dirasakan masih belum maksimal. Masih terdapat berbagai
kekurangan dan keterlambatan dalam proses penanganan korban bencana alam.
Selain itu masih terdapat tumpang tindih peran antar instansi pemerintahan,
bahkan parahnya di berbagai sektor terdapat beberapa langkah penting yang tidak
tertangani terutama yang berkaitan dengan masalah koordinasi dan
pendistribusian logistik pasca bencana.
Sebagaimana yang
telah ditulis diatas bahwa tugas penanggulangan bencana alam merupakan hal yang
sangat krusial yang harus dilaksanakan oleh segenap eleman bangsa. Kekuatan dan
soliditas suatu bangsa dapat dilihat dari bagaimana bangsa tersebut dapat
berbuat yang terbaik untuk rakyatnya terutama dalam hal penanggulangan bencana
alam untuk meminimalisasi sekecil mungkin korban yang diakibatkan oleh bencana.
Presiden berdasarkan UU no 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana alam
telah menerbitkan Peraturan Presiden no 8 tahun 2008 dengan tugas antara lain
memberikan pedoman terhadap usaha penanggulangan bencana alam mulai dari tahap
pra bencana, tahap tanggap darurat, tahap rehabilitasi dan rekonstruksi secara
adil dan merata, dan menetapkan standar administrasi dan kebutuhan. Menyikapi
hal tersebut Mendagri telah mengeluarkan Permendagri no 4G tahun 2008 tanggal
22 Oktober 2008 tentang pedoman dan organisasi dan tata cara penanggulangan
bencana di daerah. Sehingga berdasarkan Permendagri tersebut tingkat Propinsi
dan Kabupaten telah membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Dimana dengan terbentuknya badan tersebut diharapkan pelaksanaan penanggulangan
bencana akan berjalan terencana, terarah dan terpadu. Pada kenyataannya masih
banyak Pemerintah Daerah yang belum membentuk organisasi Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) disisi lain penyelenggaraan penanggulangan bencana
merupakan tugas dan fungsi pemerintah. Kondisi tersebut berdampak pada kesiapan
satgas PRC PB Satkowil dan Sat Non Kowil yang ada di jajaran TNI AD dalam
penyiapan perangkat penanggulangan bencana di daerah, tetapi atas semangat dan
kerja keras prajurit TNI AD dalam merespon dan melakukan tindakan di lapangan
dalam penanggulangan bencana selalu mendapat respon yang positif dari berbagai
pihak.
Namun hasil yang diperoleh
pada penanggulangan bencana akhir-akhir ini dirasakan belum optimal, pada
pelaksanaannya di lapangan masih banyak terdapat kendala-kendala di lapangan
terutama pada penanganan dan penyelamatan korban hal tersebut diakibatkan
karena keterbatasan alat dan prasarana yang memadai, tidak adanya alokasi
anggaran TNI AD untuk penanggulangan bencana. Hal ini dapat dilihat pada saat
terjadinya bencana alam di Wasior, Tsunami di Kabupaten Mentawai dan pada saat
penanganan bencana alam meletusnya Gunung Merapi sehingga pelaksanaan
penanggulangan berjalan kurang optimal Selain itu terdapat kendala-kendala lain
diantaranya: (1) Masih belum tersosialisasinya dengan baik pembentukan Badan
Penanggulangan Bencana Daerah dengan baik ke semua instansi yang masuk dalam
badan tersebut sehingga pada saat terjadinya bencana respon untuk berbuat masih
belum terkoordinasi dengan baik, (2) Masih belum sinergisnya system
penanggulangan bencana antara TNI AD dan Pemerintah. Dalam hal ini TNI AD tidak
bisa tidak untuk tidak berperan dalam tugas penanggulangan bencana alam karena
selama ini TNI dalam hal ini TNI AD yang paling cepat merespon terhadap
terjadinya bencana.
Beberapa pertimbangan yang
menjadikan TNI AD harus berperan dalam penanggulangan bencana antara lain
sebagai berikut: (1) Sesuai dengan UU Rl no 34 tahun 2004 tentang TNI pasal (7)
dan Perkasad Nomor perkasad 96/Xl/2009 tanggal 30 November 2009 tentang pedoman
penanggulangan bencana alam di darat yakni TNI dalam hal ini TNI AD mempunyai
tugas memberi bantuan kepada pemerintah dalam penanggulangan bencana yang
terjadi di darat , melalui koordinasi dengan semua unsur aparat yang terkait,
mulai dari tahap pra bencana, tanggap darurat sampai pada tahap rehabilitasi
dan rekontruksi, (2) Eskalasi bencana alam yang terjadi di lndonesia 5 tahun
terakhir ini sangat tinggi dan mengakibatkan ratusan ribu korban jiwa dan harta
benda, (3) Terbatas sumberdaya nasional yang akan mempengaruhi kesiapan
pelaksanaan penanggulangan bencana, dimana alat dan prasarana serta fasilitas
yang dimiliki oleh pemerintah dan TNI AD pada pelaksanaan penanggulangan masih
terbatas sehingga hasilnya tidak optimal, (4) Belum tersosialisasinya kepada
masyarakat bahwa penanggulangan bencana alam merupakan salah satu tugas pokok
dalam OMSP TNI AD dan merupakan Civic
Mission TNI sehingga apabila sudah tersosialisasi kepada masyarakat akan
meningkatkan citra TNI AD di masyarakat, (5) Masih belum terpadunya pelaksanaan
penanggulangan bencana antara TNI AD dengan pemerintah dimana pelibatan TNI AD
sebagian besar hanya pada saat rehabilitasi dan rekontruksi, padahal pada
sesaat terjadinya bencana alam TNI AD yang paling pertama merespon dengan
berbagai aksi kemanusiaan yang sudah diakui oleh masyarakat pada umumnya.
Kodim sebagai badan pelaksana Korem yang bersifat kewilayahan
menyelenggarakan Binter secara terus menerus guna mewujudkan sasaran binter
dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas pembinaan teritorial, Komando
Kewilayahan berfungsi membina aspek Geografi, Demografi dan Kondisi sosial dimana bencana merupakan tantangan yang harus dihadapi,
penanggulangan bencana tidak mungkin hanya melibatkan unsur pemerintah saja
namun perlu keterpaduan semua pihak dalam rangka memberikan rasa aman dan
meningkatkan kembali kesejahteraan masyarakat, maka aparat kewilayahan memiliki
peran penting sebelum, selama dan sesudah bencana itu terjadi agar kerugian yang diderita masyarakat dapat diminimalisir.
Untuk mewujudkan hal
tersebut, dibutuhkanlah suatu konsep yang strategis tentang aplikasi metode
pembinaan teritorial dalam usahanya melakukan mitigasi bencana di daerah oleh
Kodim sebagai satuan komando kewilayahan. Sehingga peran dan keberadaan Kodim
di wilayah menjadi institusi yang dapat diandalkan oleh masyarakat.
Dari
pembahasan di atas dapat ditarik suatu pokok permasalahan yaitu, Bagaimana penerapan metode Binter dalam
rangka penanggulangan bencana alam di daerah?
Pembinaan territorial
adalah segala upaya, pekerjaan, kegiatan dan tindakan yang dilakukan oleh
satuan TNI AD, baik secara berdiri sendiri maupun bersama dengan aparat terkait
dan komponen bangsa lainnya untuk membantu pemerintah dalam menyiapkan kekuatan
pertahanan aspek darat yang meliputi wilayah pertahanan dan kekuatan
pendukungnya serta terwujudnya kemanunggalan TNI-Rakyat. Dengan Binter sebagai
fungsi utama TNI AD maka kegiatan pembinaan tentang Binter khususnya dalam
membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan
kemanusiaan diharapkan dapat terarah, terukur dengan benar dan konsisten demi
mencapai tujuan dan
sasaran pembinaan yang telah ditentukan.
Agar kegiatan pembinaan mudah dipahami maka diperlukan adanya penggolongan
dalam penyelenggaraan pembinaan yang salah satunya meliputi pembinaan metode
Binter yang kegiatannya adalah Bintahwil, Binkomsos dan Bhakti TNI.
Pertama,
Pembinaan Ketahanan Wilayah atau Bintahwil .
Bintahwil dalam kegiatan Binter adalah segala upaya, pekerjaan dan tindakan
yang diselenggarakan oleh satuan TNI AD dalam rangka mewujudkan kekuatan
pertahan aspek darat, baik yang menyangkut wilayah pertahanan maupun kekuatan
pendukung yang memiliki ketahanan dalam semua aspek kehidupan dan memiliki
kemampuan dan keterampilan serta upaya bela Negara, untuk menangkal setiap
ancaman dan gangguan yang membahayakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI yang
dilaksanakan sesuai kewenangan dan peraturan perundang-undangan.
Kedua, Pembinaan
Komunikasi Sosial atau Binkomsos.Komunikasi sosial dalam kegiatan Binter adalah
upaya, pekerjaan dan kegiatan yang diselenggarakan oleh satuan TNI AD guna
penyampaian pikiran dan pandangannya yang terkait dengan pemberdayaan wilayah
pertahanan di darat yang meliputi wilayah pertahanan dan pendukungnya serta
membangun, memelihara, meningkatkan dan memantapkan kemanunggalan TNI-Rakyat.
Ketiga,
Bhakti TNI . Bhakti TNI dalam kegiatan Binter adalah
upaya, pekerjaan dan kegiatan yang diselenggarakan oleh satuan jajaran TNI AD
dalam membantu menyelenggarakan kegiatan bantuan kemanusian untuk menangani
maslah-masalah sosial atas permintaan instansi terkait dan atau inisiatif
sendiri dan terkoordinasikan.serta berbagai hal yang terkait dengan penyiapan
wilayah pertahanan di darat dan kekuatan pendukungnya yang dilaksanakan baik
secara berdiri sendiri maupun bersama-sama dengan instansi terkait dan komponen
masyarakat lainnya.
Agar satuan-satuan
Komando kewilayahan, khususnya Kodim memiliki kesiapan yang optimal dalam upaya
penanggulangan bencana alam di wilayahnya, beberapa faktor penting perlu
mendapat perhatian khusus baik yang bersifat internal maupun eksternal. Oleh
karena itu, perlu diidentifikasi berbagai faktor yang berpengaruh tersebut
dengan segala dimensinya. Dari faktor internal akan didapati
kekuatan yang dapat dijadikan tumpuan
keberhasilan,
sedangkan kelemahan yang harus dicarikan
solusinya. Sedangkan dari faktor eksternal akan menciptakan adanya suatu
peluang yang harus dimanfaatkan seoptimal mungkin dan kendala yang ditemui
segera diatasi agar tidak menjadi menghambat.
Faktor yang
mempengaruhi keberhasilan Binter antara lain : a. Faktor Internal, 1) Personel
. Tingkat kemampuan anggota akan berpengaruh dalam berkomunikasi
kepada masyarakat, sehingga kondisi ini perlu dicermati sebagai prioritas
pembinaan kedalam untuk mendukung pelaksanaan komunikasi sosial secara optimal.
Selain itu masih lemahnya pemahaman aparat Kodim tentang konsep kemanunggalan
TNI-Rakyat di era reformasi, sehingga pola-pola yang diterapkan di lapangan
masih digunakan pola lama ketika TNI menjadi bagian dari penguasa. Hal ini
ditunjukkan dengan masih terdapat sifat arogansi para aparat Kodim, sehingga
berakibat pada terbentuknya opini publik yang negatif terhadap di tengah-tengah
masyarakat. Ditambah lagi tingkat pendidikan formal yang dimiliki sebagian
besar aparat Kodim serta minimnya pengetahuan teknis tentang penanggulangan
akibat bencana merupakan suatu kelemahan. Hal ini akan berpengaruh terhadap
kualitas pencapaian sasaran seperti yang diharapkan. Hampir sebagian besar
aparat Kodim merupakan prajurit yang sudah cukup lama berdinas baik di satuan
tempur maupun di satuan non tempur. Sedangkan di satuan sebelumnya cukup jarang
mempelajari tentang latihan penanggulangan bencana alam. 2) Sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana yang belum
memadai atau masih terbatas, harus dapat diantisipasi sebelum operasional
kegiatan agar disiapkan, sehingga tidak menghambat dalam pelaksanaannya. Perlu
diingat bahwa batas kemampuan Kodim adalah untuk menggelar operasi kemanusiaan
yakni dari segi mobilitas, kemampuan angkut, hospitalisasi dan anggaran
menjadikannya kelemahan dalam penanganan penanggulangan bencana di daerah. Hal
tersebut juga diperkuat bahwa pada dasarnya DSPP Kodim dipenuhi dari segi
kuantitas personelnya, untuk kelengkapan perlengkapannya belum dutujukan dalam
mengatasi bencana alam.
b. Faktor
Eksternal, Adat istiadat atau budaya masyarakat
yang ada di daerah, pola sikap dan pola tindak masyarakat yang ada di daerah,
perkembangan lingkungan strategis, perundang-undangan yang terkait dengan
Otonomi Daerah ( Otoda ) yang menjadikan Visi dan persepsi yang masih berbeda
antara Kowil dan instansi lintas sektoral dalam penanggulangan bencana alam
yang terjadi di wilayah. Hal ini terjadi karena belum tersosialisasikannya
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Alam dan aturan pelaksanaannya yang relatif
masih baru karena masih ada barisan kurang sepaham yang belum mengerti akan
keberadaan komando kewilayahan dan tidak senang kepada TNI sehingga menuntut
untuk pembubaran Kodam, Korem, Kodim dan Koramil. Hal ini akan menjadi kendala
dalam upaya membangun kembali kepercayaan dan citra.
Dalam pembuatan
konsep keterpaduan TNI dengan Pemda dalam rangka menanggulangi bencana alam di
daerah perlu dirumuskan tujuan dan sasaran agar dapat diperoleh hasil yang
optimal. Tujuan program ini adalah dapat memelihara dan meningkatkan keeratan
hubungan antara Kodim dengan segenap komponen bangsa didaerah dalam usaha
membangun kesadaran mitigasi (pengurangan dampak) bencana alam untuk
kepentingan Pertahanan Negara. Sedangkan sasaran dirumuskan sebagai tiga tahap
dalam konsep keterpaduan peran TNI dan Pemda dalam penanggulangan bencana alam
yakni tahap pra bencana, masa tanggap darurat dan terakhir pada masa pasca
bencana.
Pertama, Masa Pra-Bencana
.Agar kegiatan pembinaan Teritorial oleh Dandim dapat dilaksanakan dengan
efektif dan efisien maka pelaksanaannya diarahkan melalui Strategi pembinaan
dan Konsep pembinaan sesuai tataran kewenangan Dandim sehingga mewujudkan
keselarasan pemahaman dengan aparat pemerintah daerah yakni : a. Terwujudnya
pemahaman masyarakat tentang kesadaran mitigasi, tugas tanggung jawab tiap
instansi dan ancaman bahaya bencana alam di daerah. b. Meningkatkan daya
tangkal masyarakat dalam rangka memantapkan Ketahanan Wilayah terhadap bencana
alam melalui pembuatan protap bersama yang dilakukan oleh Kodim dan Pemda. c.
Meningkatnya pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam program Mitigasi
Bencana oleh BPBD, Pemda dan Kodim yang diwujudkan dalam latihan penanggulangan
bencana baik itu melalui geladi posko maupun geladi lapang.
Strategi Pembinaan
Dandim dalam rangka proses mitigasi Bencana Alam dilakukan melalui kegiatan
Bintahwil, Binkomsos dan Bhakti TNI. a. Bintahwil,
kegiatan difokuskan pada ; 1) Penyusunan data dan informasi akurat tentang bencana
alam di wilayah. Hal ini penting sebagai bahan dalam menyusun rencana awal
dalam upaya penanggulangan bencana, sehingga rencana dan kegiatan yang akan
dilaksanakan akan tepat. 2) Menyusun RO & Protap bersama untuk
penanggulangan bencana. Seperti yang diketahui bersama bahwa dalam penanganan
bencana di daerah, Kodam dan Pemda bukanlah satu-satunya komponen yang terlibat
dalam usaha-usaha mengatasi masalah bencana namun ada beberapa komponen
lain yang ikut terlibat yang merupakan visualisasi betapa kompleksnya
keterlibatan instansi-instansi dalam penanggulangan bencana, sehingga pada
saatnya tidak hanya Pemda dan Kodam yang berperan namun ada juga instansi lain
yang ikut terlibat didalamnya. Untuk itu dibutuhkan koordinasi yang matang
dengan BPBD, mengingat dalam
masa bencana, banyak kebutuhan dasar
mendesak yang perlu dipenuhi serta berbagai situasi darurat yang membutuhkan
berbagai koordinasi supaya tidak ada satupun langkah penting yang terlupa
terutama mengenai masalah pendistribusian bantuan logistik berupa bahan pangan
dan obat-obatan ke daerah daerah yang sulit ditembus dengan jalan darat. Untuk itulah perlu disusun sebuah RO dan
Protap bersama yang dirumuskan oleh Pemda dan Kotama Ops sehingga masing-masing
instansi dan bagian tahu peran dan tugas mereka ketika bencana terjadi dan
dapat digunakan sebagai acuan indikator kedaruratan dalam penanggulangan
bencana. Kemudian selama berjalannya waktu, RO dan Protap haruslah selalu
disempurnakan dan dievaluasi untuk menjaga agar RO dan Protap tetap relevan
sesuai dengan perkembangan situasi yang ada.
3) Melaksanakan pelatihan-pelatihan
yang melibatkan semua unsur pemerintah dan instansi terkait tentang
penanggulangan bencana, agar setiap instansi mengerti dan memahami standar
teknis dalam penanggulangan bencana di wilayahnya.. b. Binkomsos dapat dilakukan dengan seluruh komponen daerah
baik secara langsung maupun tidak langsung melalui Seminar, Pidato, Ceramah,
Dialog, Sosialisasi dan Penyuluhan serta kegiatan lainnya tentang pentingnya
penanggulangan bencana alam yang diarahkan pada: 1) Komponen Masyarakat
. Disini Dandim membina komunikasi sosial dengan komponen masyarakat antara
lain TOGA, TOMAS, TODAT dll untuk membangun hubungan emosional yang positif,
memelihara dan meningkatkan serta memantapkan keeratan hubungan antara
prajurit/satuan dengan masyarakat sehingga timbul keinginan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam mendukung usaha-usaha dalam menanggulangi bencana alam di
daerah. 2) Pemerintah Daerah. Peran Dandim dalam membina Komunikasi
Sosial dengan pemerintah untuk memelihara dan meningkatkan serta memantapkan
keeratan hubungan antara prajurit/satuan dengan aparatur/instansi pemerintah,
terbangunnya pemahaman yang positif tentang Binter Kodim dalam rangka usahanya
membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan
kemanusiaan sehingga terwujud sinergitas dan kerja sama yang erat dari
aparatur/instansi pemerintah dalam rangka mendukung tercapainya tujuan bersama
dalam rangka mitigasi bencana alam. 3) Keluarga Besar TNI (KBT).
Membina Komunikasi Sosial dengan KBT untuk meningkatkan, memelihara hubungan
emosional serta pemantapan hubungan antara Prajurit/satuan dengan KBT dalam
rangka memberikan pemahaman dan pola pikir kesadaran masyarakat akan waspada
bencana alam. c. Bhakti TNI
dilakukan dengan penyelenggaraan operasi bhakti dan karya bhakti dalam rangka
pencegahan bencana seperti pengerukan
sungai, penanaman sejuta pohon maupun
kegiatan TMMD
bersama masyarakat dalam rangka memperbaiki
lingkungan sekitar yang rusak akibat kegiatan ilegal seperti halnya pembalakan
liar.
Kedua, Tahap Tanggap Darurat
Pada kegiatan ini difokuskan penanganan dampak buruk yang ditimbulkan akibat
bencana, yang meliputi: penyelamatan, evakuasi korban, harta benda dan
pengungsian. Pada masa tanggap darurat, peran Kodim menjadi lebih kompleks. a.
Bintahwil . Kegiatan Bintahwil yang dapat dilakukan antara lain: 1) Melaksanakan pengkajian
secara cepat dan tepat terhadap lokasi kerusakan akibat bencana alam dan
kemungkinan SDAB yang perlu disiapkan. Langkah ini penting untuk dilakukan agar
kegiatan penanganan korban bencana dapat segera ditangani dengan cepat dan
tepat. 2) Memberikan petunjuk teknis terhadap Satgas PRC PB Kodim dan
mengirimkan Satuan PRC PB tingkat Kodim yang terdiri dari unsur kesehatan,
intelijen, perhubungan/komunikasi dan tim evakuasi serta mengarahkan satuan PRC
PB tingkat Korem ke daerah bencana. 3) Memberikan
bantuan dan mengkoordinasikan dengan instansi terkait tentang sarana dan
prasarana yang diperlukan antara lain penyediaan tempat penampungan sementara
korban bencana, bantuan tenaga medis/paramedis serta pendistribusian bantuan
obat-obatan, pakaian dan bahan makanan. b.Binkomsos
,dilaksanakan oleh aparat kewilayahan yang ada di Kodim dengan memberikan
penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat yang terkena bencana. Dan tak lupa
Dandim melaporkan kejadian bencana dan penanggulangannya kepada Danrem/
Satkorlak/Satlak agar selalu dapat dimonitor dan diketahui perkembangannya oleh
satuan atas baik sebagai bentuk pertanggungjawaban maupun menerima bentuk
evaluasi dari Komando Atas. c. Bhakti
TNI dilakukan dengan karya bhakti yang melibatkan seluruh unsur
TNI di wilayah yang dikoordinir oleh Kodim dalam rangka mengurangi dampak
bencana bagi masyarakat korban bencana. Pada tingkat Koramil kegiatan yang
dilakukan adalah memberikan pertolongan pertama (evakuasi) kepada korban
bencana, menyiapkan tempat dan dapur umum serta Rumah Sakit lapangan,
Menyiapkan tempat penampungan/pengungsian sementara bagi korban bencana (balai
desa, balai Kecamatan, sekolah-sekolah, gudang-gudang dll). Mengamankan daerah
yang terkena bencana. Menginventarisir, menerima menyalurkan bantuan dan
mempertanggung-jawabkan bantuan-bantuan yang diterirna serta melaporkannya
kepada Satlak/ Satkorlak/Dandim.
Ketiga. Masa Pasca Bencana
. Untuk memperoleh kesamaan dalam penyelenggaraan mitigasi bencana alam oleh
Kodim secara maksimal dan dapat berjalan lancar dalam mencapai tujuan,
diperlukan pentahapan pada setiap pelaksanaan kegiatan di masa pasca bencana.
Tahap pertama, Kegiatan pemulihan kondisi
mental masyarakat. Disini
Kodim melakukan Bintahwil dengan menyiapkan pendataan masyarakat korban bencana
alam yang terbagi menjadi jenis kelamin, pengelompokan usia dan tingkatan
penyakit. Kemudian Kodim juga merencanakan dan menyiapkan tempat penampungan
yang masih dapat difungsikan, metode yang akan digunakan, kebutuhan tenaga dan
medis yang dibutuhkan, sarana dan prasarana yang dapat digunakan, route yang
akan digunakan untuk evakuasi korban, kebutuhan logistik dan pengamanan selama
terjadinya musibah bencana. Kemudian setelah itu tercapai maka Kodim
melaksanakan Bhakti TNI dengan bekerjasama dengan sukarelawan kesehatan maupun
PMI guna memberikan pengobatan sesuai tingkat penyakit yang diderita. Selain
itu Kodim juga melakukan Binkomsos dalam rangka pengembalian kondisi mental
melalui pendekatan psikologi dan ceramah agama, memberikan berbagai permainan
dan hiburan bagi korban, melaksanakan rekreasi, membantu pengiriman dan
membagikan logistik yang telah disiapkan, menyelenggarakan sekolah darurat
serta tidak lupa membuat laporan tentang perkembangan kondisi mental masyarakat
korban bencana alam.
Tahap kedua, kegiatan rehabilitasi dan
rekontruksi wilayah. Disini
melalui metoda Bintahwil, Kodim dapat melakukan pendataan terhadap kerusakan
fasilitas umum, kerusakan obyek vital, kerusakan pemukiman penduduk. Kemudian
melalui metoda Binkomsos, bersama-sama BPBD dan Pemda merencanakan dan
menyiapkan sarana dan prasarana pembuatan penampungan sementara, rencana
kebutuhan dana, rencana kebutuhan alat peralatan, rencana logistik, rencana pentahapan
perbaikan, rencana kebutuhan personel. Pada saat pelaksanaan digunakanlah
metoda Bhakti TNI maka bekerjasama dengan satuan non kewilayahan membuat
penampungan sementara, membagikan logistik, menempatkan masyarakat ke
penampungan sementara, melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi sesuai
pentahapan dan prioritas.
Tahap ketiga, Pengembalian pengungsi.
Dilakukan dengan cara Bintahwil yakni
melaksanakan pengembalian pengungsi ke daerah yang telah ditentukan, dengan Bhakti
TNI maka Kodim membantu pendorongan dan membagikan logistik, kemudian
menempatkan masyarakat ke penampungan sementara sedekat mungkin dengan
alamatnya. Kemudian dengan Binkomsos memberikan pengarahan dan penyuluhan
kepada mereka tentang apa yang harus dilakukan. Hal ini semua dilakukan dengan
cara pembinaan teritorial yang baik antara aparat di lapangan dengan para
pengungsi yang menjadi korban bencana. Setelah dilakukan pengembalian maka
tugas Kodim adalah membuat laporan perkembangan kondisi mental masyarakat,
mengembalikan penderita kepada keluarga, membuat laporan tentang pelaksanaan
kegiatan yang telah dilaksanakan.
Dari uraian tentang Penerapan Metode Binter oleh Kowil dalam menghadapi
Bencana alam di atas, dapat disimpulkan bahawa Komando
Distrik Militer sebagai Komando Kewilayahan merupakan salah satu bentuk gelar
kekuatan TNI-AD yang memiliki peran signifikan dalam kegiatan-kegiatan yang
bersentuhan langsung dengan masyarakat, khususnya dalam kegiatan penanggulangan
akibat bencana alam di wilayah yang
dilakukan melalui pembinaan teritorial, yaitu metode : Bintahwil, Binkomsos dan Bhakti TNI.
Sedangkan penyelenggaraan penanggulangan bencana alam di daerah saat ini
pelaksanaannya belum tertata dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari pengalaman
terjadinya bencana alam di beberapa daerah yang berakibat pada kerugian harta
maupun jiwa yang cukup besar. Sehingga perlu dirumuskan konsep strategis dalam
penanggulangan bencana di daerah, agar dapat tetap terpeliharanya keeratan
hubungan antara Kodim dengan segenap komponen bangsa didaerah dalam usaha
membangun kesadaran mitigasi (pengurangan dampak) bencana alam untuk
kepentingan Pertahanan Negara.
Referensi :
1) UU no 34/2004 tentang TNI.
2) UU no 24/2007 tentang Penanggulangan
Bencana
3) Doktrin Kartika Eka Paksi.
4) Bujukin tentang Pembinaan Teritorial.
5) Bujukbin tentang Pembinaan
Teritorial.
6) Bujuknik tentang Pembinaan Ketahanan
Wilayah.
7) Bujuknik tentang Pembinaan Komunikasi
Sosial.
8) Bujuknik tentang Bhakti TNI.
No comments:
Post a Comment